اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهْ
اَللهُ
اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْكَبِيْرًا،
وَالْحَمْدُلله ِكَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَاَصِيْلاَ لآاِلَهَ
اِلاَّ الله وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهْ، وَنَصَرَعَبْدَهْ، وَاَعَزَّجُنْدَهُ
وَهَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهْ لآاِلَهَ اِلاَّ الله وَلاَ نَعْبُدُ اِلاَّ
اِيَّاهْ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْن لآاِلَهَ
اِلاَّ الله ُوَالله ُاَكْبَرْ. اَلله ُاَكْبَرْ وَلله ِالْحَمْد نَحْمَدُالله
حَقَّ حَمْدَهْ، وَنَشْكُرُهُ حَقَّ شُكْرَهْ اَشْهَدُاَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّالله
ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ لاَ
نَبِيَّ بَعْدَهْ فَيَاعِبَادَالله، اُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَالله
وَطَاعَتِهْ
Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Pada hari yang penuh berkah ini, kita bersyukur kehadirat Allah
Swt. yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia sehingga kita bisa
menjalankan tugas sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini dengan baik. Dari lubuk
hati yang dalam, kita harus benar-benar menginsafi bahwa tanpa limpahan
rahmat-Nya, mustahil kita melanjutkan kehidupan, apalagi menunaikan tugas-tugas
yang telah dibebankan. Dan janganlah kita menjadi makhluk yang kufur nikmat,
karena sesungguhnya jika kita menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kita
menghitungnya.
Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad Saw. yang telah menuntun umat manusia ke jalan yang benar sesuai
syariat Islam. Dialah pendidik sejati yang menanamkan ruh iman ke dalam dada
sahabat-sahabatnya, sehingga mereka menjadi sosok yang bisa memposisikan jiwa
dan harta sesuai kehendak Ilahi. Dalam perjalanan sejarah, kita saksikan betapa
mereka rela, bahkan berlomba untuk mengorbankan harta dan jiwanya demi meraih
ridha Allah Swt.
Setiap tanggal 10 Dzul Hijjah, seluruh kaum Muslimin di dunia
merayakan Idul Adha yang juga lazim disebut Idul Qurban. Ibadah ini sejatinya
merupakan sarana untuk mengenang kisah heroik yang dipertontonkan dua anak
manusia di pentas sejarah kehidupan yang sulit ditemui padanannya. Yaitu, Nabi
Ibrahim dan putranya Nabi Ismail as. Kita semua sudah tahu rangkaian peristiwa
yang dialami oleh kedua nabiyullah tersebut. Sejak dari keinginan Ibrahim untuk
memiliki keturunan di usia senja, hingga kesediannya untuk menyembelih Ismail,
putra kesayangannya.
Kisah luar biasa ini merupakan cerita pengorbanan paling fantastis
yang pernah diabadikan sejarah. Pengorbanan tanpa pamrih yang dilakukan demi
bakti dan kecintaan hakiki kepada-Nya. Berkat pengorbanan ini, Nabi Ibrahim
mendapat dua kesitimewaan di sisi Tuhan dan manusia. Pertama, Allah
mengangkatnya sebagai kekasih sehingga Ibrahim berhak menyandang gelar Khalilullah (kekasih
Allah). Kedua, Ibrahim adalah pendiri trah anbiya’ yang dari
keturunannya, lahir nabi-nabi yang lain, termasuk Nabi Muhammad Saw. Untuk
keistimewaan ini, Ibrahim berhak atas gelar Abul Anbiya’ (leluhur
para nabi).
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْ
إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ.
“Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersamanya.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 4)
Keistimewaan yang dimiliki Nabi Ibrahim ini tidak diperoleh dengan
mudah dan murah. Begitu banyak ujian dan cobaan yang harus dilalui, sebelum
akhirnya tampil sebagai pemimpin alami yang Islami bagi umatnya. Kita tentu
masih ingat dengan kisah perseteruan Ibrahim dengan Raja Namruz. Keberaniannya
dalam mengungkap kesalahan serta kegigihannya dalam mengutarakan kebenaran
kepada sang penguasa zalim, harus dibayar mahal dengan hukuman bakar di tengah
api unggun.
Tapi Allah tidak mengantuk dan tidak tidur (Lâ ta’khudzuhu
sinatuw walâ naum). Allah tidak rela jika kekasih-Nya yang berani
menyuarakan kebenaran, harus menemui ajal di tengah kobaran api. Allah
memerintahkan api supaya menjadi dingin dan tidak mencederai Ibrahim:
يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ.
“Wahai api, jadikan dirimu dingin dan selamatkan Ibrahim,” (QS Al-Anbiya’
[21]: 69)
Semangat Nabi Ibrahim inilah yang harus diwarisi oleh setiap
muslim dalam berhadapan dengan para pemimpin yang zalim, arogan, dan sering
berdusta. Dengan meneladani keberanian Nabi Ibrahim, akan tercipta iklim
politik dan bernegara yang bersih, terhindar dari dusta dan keculasan. Aparat
negara dan pemangku jabatan publik, pasti akan berpikir dua kali untuk
melakukan kezaliman jika rakyatnya merupakan jelmaan jiwa Nabi Ibrahim yang tak
pernah gentar untuk menyuarakan kebenaran.
DERITA UMAT AKIBAT KELAKUAN PEMIMPIN Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Adalah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa demokrasi yang
berjalan saat ini belum berhasil mewujudkan cita-cita reformasi. Peluang yang
terbuka lebar kepada semua orang untuk menduduki jabatan publik, ternyata
menciptakan iklim politik yang kurang sehat. Banyak orang yang menghalalkan
segala cara untuk meraih kekuasaan, termasuk menggunakan politik uang.
Demokrasi Biaya Tinggi : Besarnya nilai finansial yang harus
dikorbankan untuk meraih jabatan politik, membuat sebagian pemimpin negeri ini
memandang jabatan sebagai komoditas yang bisa ditransaksikan untuk dimiliki.
Mereka tidak sadar bahwa cara pandang tersebut akan membentuk mereka menjadi
benalu yang menghisap saripati bangsa sendiri. Mengeksploitasi sumber daya alam
untuk menangguk keuntungan pribadi, kemudian menghibur umat dengan data-data
statistik yang menyesatkan, hampir mirip dengan yang dilakukan Namruz bin
Kan’an saat memerintah Mesopotamia 4.000 tahun yang silam.
Untuk mencegah munculnya pemimpin-pemimpin yang mewarisi kelakuan
Namruz, 14 abad lalu Rasulullah Saw. berwasiat kepada kita:
إِنَّهَا سَتَكُوْنُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ مِنْ
بَعْدِيْ يَعِظُوْنَ بِالْحِكْمَةِ عَلَى مَنَابِرْ. فَإِذَا نَزَلُوْا اِخْتَلَسَتْ
مِنْهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ أَنْتَنَ مِنَ الْجِيْفِ. فَمَنْ صَدَّقَهُمْ
بِكِذْبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّيْ وَلَسْتُ مِنْهُ
وَلاَ يَرِدُ عَلَى الْحَوْضِ. وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقُهُمْ بِكِذْبِهِمْ وَلَمْ
يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْهُ وَسَيَرِدُ عَلَى
الْحَوْضِ.
“Sungguh, akan datang kepada kalian para pemimpin sesudahku,
mereka menasihati orang di atas mimbar dengan penuh hikmah, tetapi ketika turun
dari mimbar mereka berlaku culas. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. Orang
yang membenarkan kebohongan dan membantu kesewenang-wenangan mereka, tidak
termasuk golonganku dan aku bukanlah golongan mereka. Mereka tidak akan mereguk
air dari telagaku. Sementara itu, orang yang tidak membenarkan kebohongan dan
tidak membantu kesewenang-wenangan mereka, adalah golonganku dan aku adalah
golongan mereka. Mereka akan mereguk air telagaku.”
(HR Thabrani)
Sayangnya, pragmatisme finansial telah membutakan kita dari wasiat
luhur ini saat memilih pemimpin. Sehingga, banyak jabatan publik yang jatuh ke
tangan sosok-sosok yang kurang amanah. Jadi, tidak perlu heran jika sekarang
masyarakat Indonesia disuguhi pemandangan yang ironis ketika melihat perbedaan
kontras antara kondisi rakyat dan pemimpin.
Penderitaan Rakyat dan Kemewahan Pemimpin : Saat ini masih banyak
rakyat yang berjuang untuk bertahan hidup karena terhimpit kemiskinan, namun
pada saat yang sama, kita menyaksikan para pejabat terlena dalam gelimang
kemewahan. Hidup hedonis dan gemar bersenang-senang, memburu prestise dengan
membeli barang-barang yang tidak diperlukan, bahkan melanggar rambu agama
dengan mengkonsumsi makanan atau minuman haram dan obat-obatan terlarang.
Mereka bersikap acuh terhadap masyarakat yang melarat, padahal mereka mendapatkan
rezeki dan pertolongan berkat doa orang-orang melarat.
إِنَّمَا تُرْزَقُوْنَ وَتُنْصَرُوْنَ
بِضُعَفَائِكُمْ.
“Sungguh, kalian diberi rezeki dan ditolong karena (keberadaan)
orang miskin di antara kalian.” (HR Ahmad)
Hubungan antara pemimpin dengan rakyat juga tidak berjalan
harmonis. Ada jurang sosial dalam serta dinding birokrasi tinggi yang
memisahkan mereka dengan rakyatnya. Sehingga, jangankan untuk mengadukan hajat
dan kebutuhan, untuk menyampaikan aspirasi dan koreksi saja, masyarakat dipaksa
menempuh jalur panjang dan berliku. Maka wajar kalau mereka menggunakan cara
demonstrasi.
Rakyat terlalu penat menunggu janji yang tak kunjung terealisasi.
Terlanjur lelah meniti jalur birokrasi ketika hendak menyelesaikan
masalah-masalah yang sebenarnya sederhana.
UMAT MERINDUKAN PEMIMPIN KREATIF Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Kondisi inilah yang membuat masyarakat merindukan pemimpin yang
berjiwa negarawan. Pemimpin aspiratif yang peka terhadap kondisi dan kebutuhan
rakyat. Figur yang terampil membina hubungan dengan masyarakat seperti
dicontohkan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Sosok bersahaja yang memandang
dan memperlakukan rakyat sebagai sahabat, tidak elitis dan meremehkan karena
menganggap rakyat sebagai bawahan.
Kerinduan ini yang harus dikola dengan baik agar bisa disalurkan
secara positif. Kita harus sadar bahwa dalam sistem demokrasi, kedaulatan ada
di tangan rakyat. Artinya, kita bebas memilih dan mengangkat pemimpin yang kita
inginkan. Oleh sebab itu, agar penderitaan akibat ulah dan kelakuan pemimpin
ini segera berakhir, mari kita jadikan mekanisme suksesi kepemimpinan sebagai
sarana menghadirkan pemimpin kreatif. Beri penghargaan pemimpin kreatif dengan
memilihnya kembali, dan hukum pemimpin yang lemah dan culas dengan tidak
memilihnya lagi.
Kriteria Pemimpin Kreatif : Supaya kerinduan ini tidak salah arah,
kita harus merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui kriteria pemimpin kreatif.
Pertama, Qawiyyul amin atau kuat dan bisa
dipercaya:
إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَئْجَرْتَ الْقَوِيُّ
اْلأَمِيْنُ.
“Sungguh, orang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS Yusuf [12]:
26)
Ayat ini menyiratkan bahwa pemimpin kreatif adalah pribadi yang
teguh pendirian dan aspiratif. Vokal dalam menyuarakan aspirasi umat, gigih
dalam memperjuangkan kepentingan daerahnya di pentas nasional dan
internasional, serta cerdas dalam berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pihak
lain. Bukan sosok yang gemar berkeluh-kesah, lantang saat membela kepentingan
diri dan kelompoknya, mudah termakan bujuk rayu yang berpotensi menguntungkan
diri namun merugikan masyarakat, serta lemah dalam bernegosiasi dengan pihak
lain.
Kedua, Hafizhun ‘Alim atau terampil dan cerdas
dalam menjaga aset bangsa:
قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنَّيْ
حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ.
“Jadikan aku bendaharawan negara. Sungguh, aku adalah orang yang
pandai menjaga lagi berpengetahuan.” (QS Yusuf [12]: 55)
Ayat ini menerangkan bahwa pemimpin kreatif memiliki sifat amanah.
Bisa dipercaya memelihara aset-aset bangsa, serta pintar mengelolanya demi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengutamakan rakyatnya untuk
mengeksplorasi kekayaan alam yang dimiliki, dan menetapkan aturan yang ketat
kepada pihak asing yang ingin berinvestasi. Ia tahu betul bahwa kekayaan alam
adalah anugerah Allah kepada masyarakat, sehingga ia takkan pernah tergoda
untuk memanfaatnya secara pribadi.
Pemilik karakter Hafizhun ‘Alim pasti berusaha
keras meningkatkan produktivitas masyarakat untuk mencapai kemandirian ekonomi,
agar menjadi tuan di negerinya sendiri. Ia takkan pernah membiarkan penduduk
hanya menjadi buruh bagi perusahaan-perusahaan asing yang mengeruk kekayaan
alamnya.
Ketiga, Basthatan fil ilmi wal jismi atau berwawasan
luas dan sehat jasmani:
إِنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ
بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ.
“Sungguh, Allah telah memilih pemimpinmu dan menganugerahinya ilmu
yang luas dan tubuh yang perkasa.” (QS Al-Baqarah [2]: 247)
Makna Basthatan fil ilmi wal jismi dalam ayat ini
adalah sehat jasmani dan luas wawasan. Karakter ini sangat penting bagi seorang
pemimpin, karena persoalan umat dewasa ini sangat kompleks, beragam, dan
menuntut penanganan yang cepat. Jika tidak ditopang oleh fisik yang prima,
urusan rakyat pasti banyak yang terbengkalai. Dan jika tidak memiliki wawasan
yang luas, pasti banyak kebijakan yang salah sasaran.
MEMILIH PEMIMPIN MENENTUKAN MASA DEPAN. Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Mengapa Islam memberikan kriteria yang spesifik mengenai pemimpin?
Jawabannya, karena Islam menyadari betul arti penting sebuah kepemimpinan.
Islam memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang vital dan fundamental, karena
pemimpin menempati hierarki tertinggi dalam struktur bangunan sosial. Dialah
penentu arah perjalanan hidup umat. Dinamisator pembangunan fisik dan mental,
serta inspirator setiap kebijakan yang mengarah pada terwujudnya kejayaan:baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
Pentingnya Kepemimpinan dalam Islam : Begitu pentingnya
masalah kepemimpinan ini, sampai-sampai Rasulullah Saw. menganjurkan umatnya
untuk mengangkat seorang pemimpin, meskipun hanya bertiga:
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا
أَحَدُهُمْ.
“Jika kalian bepergian bertiga, angkatlah salah seorang sebagai
pemimpin.” (HR Abu Dawud)
Para sahabat juga memahami dengan akurat posisi strategis seorang
pemimpin. Sebagai bukti, ketika Rasulullah Saw. wafat, pemuka Anshar dan
Muhajirin langsung menggelar musyawarah di Tsaqifah Bani Sa’idah. Mereka lebih
mendahulukan suksesi kepemimpinan dibanding prosesi pemakaman sang Nabi. Hal
itu dilakukan karena mereka sadar bahwa penerus Rasulullah Saw. haruslah sosok
yang kredibel, kapabel, dan diterima semua golongan. Mereka akhirnya memilih
Abu Bakar Ash-Shiddiq, sosok yang dinilai paling pantas menggantikan posisi
Rasulullah sebagai pemimpin negara.
Keputusan para sahabat ini memang membuat pemakaman Nabi Muhammad
tertunda tiga hari. Namun tetap bisa dibenarkan mengingat kekosongan atau
kesalahan dalam memilih pemimpin, bisa berakibat fatal bagi kelangsungan
tatanan masyarakat madani yang dirintis oleh Rasulullah Saw.
Teladan para sahabat inilah yang harus kita pahami dengan jernih.
Bahwa memilih pemimpin, bukan sekadar mengangkat seorang figur untuk menduduki
posisi penting dalam struktur kenegaraan dan kepemerintahan. Lebih dari itu,
memilih pemimpin berarti memilih masa depan. Seperti apa karakter pemimpin yang
dipilih, seperti itu jugalah masa depan yang akan dinikmati oleh suatu umat.
Artinya, jika amanah kepemimpinan diserahkan kepada pribadi
keratif yang pandai meningkatkan kualitas sumber daya manusia, cerdas dalam
mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, serta bertanggung jawab menjaga
aset bangsa, berarti umat tersebut berada di jalur yang benar dalam menyongsong
masa depan yang cerah. Demikian juga sebaliknya, jika kepemimpinan jatuh kepada
pribadi culas yang tidak peduli dengan nasib umat, mengeruk sumber daya alam
untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, membiarkan korupsi merajalela bahkan
ikut terlibat di dalamnya, pasti masa depan bangsa tersebut suram, gelap, dan
tak ada harapan untuk maju.
Hubungan Pemimpin dan Masa Depan : Realitas inilah yang
terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Lihatlah bangsa Israel ribuan tahun
silam. Mereka hanyalah kumpulan orang-orang bodoh yang diperbudak Fir’aun untuk
membangun kemegahan dinastinya, namun setelah Nabi Musa tampil sebagai
pemimpin, mereka berubah menjadi bangsa yang disegani. China awalnya adalah
bangsa penggembala dan petani biasa, namun di tangan Jengis Khan, mereka
berhasil membangun imperium dan kebudayaan yang luar biasa. Bangsa Arab juga
sama. Awalnya mereka hanyalah segerombolan suku nomaden yang mendiami tanah
tandus, tapi di tangan Muhammad bin Abdillah, mereka berevolusi menjadi kiblat
peradaban dunia sepanjang abad pertengahan. Inilah pentingnya figur pemimpin
bagi masa depan. Ketika figur kreatif yang tampil sebagai pemimpin, umat bisa
berharap untuk mengecap kemajuan, meskipun daerahnya minim sumber daya manusia
dan sumber daya alam. Itulah yang berhasil dibuktikan Nabi Musa kepada bangsa
Israel dan Nabi Muhammad kepada bangsa Arab. Sebaliknya, jika umat dipimpin
oleh sosok yang lemah dan culas, jangan pernah berharap akan terjadi perubahan,
betapa pun melimpahnya sumber daya alam dan tingginya kualitas sumber daya
manusia umat tersebut. Inilah yang terjadi kepada bangsa Romawi ketika dipimpin
Constantine XI, kepada bangsa Sind di India ketika dipimpin oleh Bahadur Syah,
serta kepada umat Islam Andalusia ketika dipimpin Abu Abdullah.
TUNTUNAN ISLAM DALAM MEMILIH PEMIMPIN. Allahu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Agar tidak salah memilih pemimpin, Islam memberi kita panduan yang
lengkap dan rinci.
Pertama, Memilih yang terbaik.
مَنِ اسْتَعْمَلَ رَجُلاً مِنْ عَصَابَةٍ وَفِيْهِمْ
مَنْ هُوَ أَرْضَى اللهُ مِنْهُ فَقَدْ خَانَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ.
“Orang yang memilih seorang pemimpin, padahal dia tahu ada orang
yang lebih pantas, maka dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan Kaum
Muslimin.” (HR Hakim)
Kedua, Istikharah dan Musyawarah.
مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ
اسْتَشَارَ.
“Tidak akan kecewa orang yang beristikharah, dan takkan menyesal
orang yang bermusyawarah.” (HR Ahmad)
Ketiga, Bertanya kepada ahli.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنتُمْ لاَ
تَعْلَمُوْنَ.
“Bertanyalah kepada ahli ilmu jika engkau tidak tahu.” (QS
An-Nahl [16]: 43)
Doa dan Harapan. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu
Akbar walillahilhamd. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumulllah.
Dalam mengakhiri khutbah ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan
kembali bahwa kita semua memiliki tanggung jawab yang sama dalam memperjuangkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan, demi terciptanya tatanan berbangsa dan
bernegara yang bersih dan amanah. Oleh sebab itu, kita harus sadar bahwa setiap
perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan. Tidak ada perjuangan tanpa
pengorbanan.
Maka melalui mimbar yang agung ini, khatib al-faqir mengajak
segenap komponen bangsa untuk menjadikan Idul Adha sebagai momentum dalam
meningkatkan semangat juang, untuk perubahan dan perbaikan demi kemajuan
bersama.
Semoga suri teladan yang ditunjukkan oleh Nabiyullah Ibrahim dan
Ismail as., tidak hanya menjadi khasanah ilmu yang menghiasi cakrawala
pengetahuan kita, tapi menjadi sumber inspirasi untuk memulai perubahan menuju
kehidupan yang lebih baik di masa depan. Amien…, Amien…, Ya rabbal ‘alamien…
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا.
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ
تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ
مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر.
Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan
kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau
hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sungguh,
Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
اَللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ،
وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُلْحِدِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan tinggikanlah derajat kaum
muslimin. Hapuskan segala bentuk kekufuran dan enyahkan segala bentuk
kejahatan. Tegakkan panji-panji kebesaran-Mu hingga akhir nanti, dengan
Rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ
أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Ya Tuhan kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan
kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.
اَللّهُمَّ انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ
الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرْ عُلَمَاءَهُ وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَاكْتُبْ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا
َوَعَلَى الْغُزَّاةِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ، فِيْ بَرِّكَ
وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah penguasa kami, pemimpin kaum yang beriman,
tolonglah para ulama, tolonglah para menteri, pejabat, serta tentaranya hingga
hari Akhir. Tetapkan keselamatan dan kesehatan bagi kami, orang-orang yang
sedang berjuang, para musafir, serta yang tidak bepergian, baik yang ada di darat
atau di laut-Mu—umat Muhammad dan seluruh umat manusia.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا
يَصِفُونَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
Mahasuci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi
Allah Tuhan Penguasa alam semesta.
http://www.facebook.com/muhammad.nurroyan.9
BalasHapusHadiiir
makasih tas kunjungan dan komennya ...
BalasHapus